My Mr. Chu

Kim Na Hee | pinkage ulzzang:

2017 © Elfeetoile

Starring With : Do Kyungsoo [EXO’s D.O] Park Ahyoung [OC/You] | Genre : Romance, Marriage Life | Rating : PG+17 | Lenght : <4000 Words | Disclaimers : This Story Line Is Mine Please Don’t Copy Paste! 

Happy Anniversary | You’re The First, Kyungsoo! | Ex (a) | Ex (b) | Sorry | Bed Time |  Firework | Wedding Day | First Night | First Morning  | Scared | Pregnant

Sore ini Ahyoung diajak dan menemani Ibu mertuanya cek up. Sebab umur kandungannya yang sudah menginjak tujuh bulan wajib periksa. Perut Ibu yang sebelumnya sedikit buncit, jadi bertambah besar seiring berjalannya pertumbuhan sang jabang bayi.

Mereka masih di ruang tunggu resepsionis menunggu giliran. Karena hari ini adalah bukan akhir pekan, banyak pengunjung yang kontrol di rumah sakit di mana Ibu Kyungsoo memeriksakan kandungannya. Rasanya sumpak sekali di sini, pasien dan kerabatnya memenuhi lobi rumah sakit. Oh, sial!

“Kau tidak akan bosan menunggu?” tanya Ibu membuatnya mengalihkan atensinya dari seorang bocah perempuan yang berlari kesana-kemari menimbulkan suara decitan dari sepatunya. Dia sangat lucu.

“Tentu saja tidak. Lagipula, hitung-hitung belajar.” Ahyoung mengakhiri ucapannya dengan senyuman.j

“Nanti kalian akan mempunyai berapa anak?” Ahyoung menggeleng seraya menjengitkan kedua bahunya.

“Belum tahu. Kami masih memikirkan tes masuk universitas.”

“Ibu sarankan mempunyai anak minimal tiga.” bisik Ibu.

Ahyoung mendengus samar. “Anak dan Ibu memang sama saja!” teriaknya dalam hati.

“Kalau Tuhan mengizinkan kenapa tidak?” kata Ahyoung pada akhirnya di akhiri senyuman terpaksa. Membayangkan melahirkan saja sudah merinding, apalagi sampai mempunyai tiga anak?

“Saat Ibu mengandung Kyungsoo, banyak sekali hambatan. Seperti gejala morning sicks, pendarahan, hingga kaki bengkak dan sukar digerakan. Ibu tidak menyangka akan memiliki anak lagi, padahal ibu ingin cucu dari kalian.” Ahyoung masih mempertahankan senyumnya, lalu menggenggam tangan Ibu mertuanya itu lembut.

“Aku tak sabar melihat adikku lahir.” Ahyoung mencoba mengalihkan pembicaraan. Well, pembicaraan tentang cucu atau anak terdengar lebih mengerikan daripada cerita horor. Nyonya Do tersenyum senang saat mendengarnya. Ia tak menyesal sama sekali perihal keputusannya menikahkan putranya dengan Ahyoung. Ia tahu gadis itu memiliki banyak sekali kekurangan dan sedikit lambat. Namun, naluri keibuannya mengatakan bahwa Ahyoung adalah menantu yang tepat. Yang baik tidak selalu tepat.

“Ibu ingin menanyakan sesuatu padamu.” Gadis itu mengangguk bersedia menjawab pertanyaan Ibu mertuanya itu. Semoga pertanyaan ini tidak lagi membicarakan anak atau ….

“Apa kau dan Kyungsoo belum pernah ….” Nyonya Do menggerakan tangannya membentuk tanda kutip. Ahyoung mengejap-ejapkan matanya, merasa tidak mengerti apa yang ibunya ucapkan. Wanita itu menghela napasnya dan mendekatkan kepalanya pada telinga Ahyoung.

“Seks.” Mata gadis itu membola seketika. Refleks, ia menggeleng.

Tepat sasaran!

Nyonya Do kira setelah pemerikasaan beberapa waktu yang lalu mereka sudah melakukannya. Atmosfir kekecewaan tiba-tiba menyelimuti hati Nyonya Do.

“Kyungsoo bilang ia akan menunggu sampai aku siap.”

Nyonya Do menggeleng kuat. “Pria yang sudah menikah mana bisa tahan akan hal itu? Maksud Ibu, seks itu penting dalam sebuah hubungan pernikahan. Bisa saja mereka memilih wanita lain karena istrinya tidak bisa melayaninya.”

Ahyoung menghela napas lesu. Ia tidak tahu banyak perihal pernikahan apalagi seks, terlalu ambigu kalau dibicarakan. Padahal sewaktu sekolah ia mendapat kelas sains–meski dengan otak pas-pasan. Mungkin, itu sebabnya ia tidak begitu mengerti. Dan juga pengarahan edukasi seks. Sayangnya saat itu ia lebih senang mendengarkan musik. Ugh! Benar-benar.

___

Kyungsoo mengerutkan dahinya saat menangkap raut wajah Ahyoung nampak murung baru saja masuk ke kamarnya. Biasanya gadis itu akan girang bila menyangkut calon adik iparnya, dan bercerita tentang kejadian di rumah sakit tadi. Ia selalu seperti itu, seakan itu penting dan harus dilaporkan.

“Bagaimana pemeriksaannya?” Ahyoung mengangguk. “Baik. Bayinya juga sehat.” jawab Ahyoung lesu.

“Ada apa?” Ahyoung menggeleng pelan. Ia mengacuhkan Kyungsoo yang hari ini tampak perhatian itu, memilih tertidur di ranjangnya.

“Tadi Kak Bongyoung kemari, dan membawa undangan pertunangannya.”

“Aku sudah tahu. Dia mengirim foto undangannya padaku.”

Sebenarnya ia ingin Ahyoung yang tidak banyak bicara dan diam seperti sekarang. Tetapi, mengapa ia merasa khawatir akan sikap tak biasanya ini?

“Kyungsoo.”

Kyungsoo ikut berbaring di samping gadis itu dan menanggapinya dengan gumaman.

“Apa menikah itu perlu hubungan seks? Katanya kau akan pergi dan mencari wanita lain jika aku tidak melakukannya denganmu. Benarkah?”

Kyungsoo membulatkan matanya seketika. Dan membalikan tubuh Ahyoung yang sebelumnya memunggunginya.

“Siapa yang berkata seperti itu?”

“Jawab saja.” ujar Ahyoung memaksa. Suaranya terdengar parau. Kyungsoo mengembuskan napasnya sebelum menjelaskan bagaimana kehidupan pernikahan sebenarnya. Yeah, ia tahu banyak hal itu dari internet dan beberapa sumber orang.

“Tujuan menikah intinya adalah mempunyai keturunan. Jadi jelas sekali kalau hubungan seks itu penting. Tidak hanya itu, menikah adalah saling menjaga, menyayangi, melindungi dan menghargai.”

“Banyak dari mereka di luar sana yang belum menikah sudah melakukan seks dan bahkan mempunyai anak.”

“Kalau hubungannya seperti itu, bagaimana cara anak itu mendapat akta untuk sekolah?” Ahyoung menutup mulutnya yang masih terlihat cemberut.

“Dengar, mempunyai keturunan harus menikah. Kenapa? Agar sang anak kelak mempunyai orangtua lengkap, agar anak tidak terlantar, dan agar kita terhindar dari penyakit kelamin. Jika sering berganti-ganti pasangan penularan penyakit kelamin sangat tinggi.”

“Lalu kau sendiri bagaimana?”

“Aku pria normal. Tentu saja aku menginginkannya, memang siapa yang bisa menahan melihat istri memakai pakaian minim, lelaki mana yang tahan lama menganggurkan istrinya.” Lalu, tiba-tiba sorot mata Kyungsoo berubah.

“Y-yak. Jangan membuatku takut.” Ahyoung menyilangkan tangannya di dada lalu menjauh.

“Bagimana kalau kita lakukan sekarang?” Kyungsoo mulai menunjukan wajah pria cabulnya dan semakin mendekat. Demi apapun! Kyungsoo sangat menyeramkan.

Kyungsoo mengungkung dan memeluk gadis itu yang seketika berteriak, lalu tak lama suara tawa muncul dari mulut keduanya.

“Berhenti menggelitikku!” Tawa Ahyoung memenuhi ruangan. Park Ahyoung dan Do Kyungsoo sama-sama mudah geli. Tidak hanya di daerah leher, tengguk, telapak kaki, dan pinggang, bahkan seluruh tubuhnya pun mempunyai titik geli. Dan keduanya benci digelitiki. Mereka memang jodoh.

Setelah dirasa cukup, akhirnya Kyungsoo menyudahi kegiatannya, ia mengecup dahi gadis itu–seraya masih memeluknya.

“Sudah aku katakan berapa kali. Aku tidak akan melakukannya sampai kau siap. Dan aku tidak akan mencari wanita lain apalagi sampai meninggalkanmu.” Suaranya bak sebuah permen kapas merayap ke rongga telinganya. Sangat lembut dan penuh ketulusan. Pancaran matanya menguatkan hal itu. Itu memang berlebihan, tapi demi apapun Ahyoung merasakannya seperti itu.

“Janji?” Ahyoung mengacungkan jari kelingkingnya yang langsung disambut dengan jari yang sama oleh Kyungsoo. “Aku bersumpah.”

“Aku tidak percaya kau akan melakukannya. Kau sendiri saja tidak pernah mencintaiku.” Ahyoung mengerucutkan bibirnya seraya menatap jari-jarinya yang sedang dimainkan.

“Siapa bilang?”

“Kau tak pernah mengucapkannya.”

“Apa itu harus? Menurutku arti sebuah kasih sayang secara non-verbal lebih berarti ketimbang sering diucapkan tetapi hanya sekedar ucapan.” Ahyoung menatap tajam pada Kyungsoo yang dibalas tatapan bingung dari lawannya.

“Kau sering mengolokku, mem-bully-ku, dan terkadang semena-mena padaku.” Kerut-kerutan dahi Kyungsoo kian menjadi.

“Aku tidak pernah semena-mena padamu.” elak Kyungsoo. Ahyoung mendekatkan wajahnya pada pria di hadapannya.

“Kau menyuruhku mengerjakan soal-soal fisika hanya dalam waktu 20 menit. Kau juga menciumku seenaknya, dan … masih banyak lagi.”

“Itu hanya satu soal fisika mudah dalam waktu 20 menit! semua orang bisa melakukannya! Dan menciummu? Hei, aku berhak atas itu.”

“Setidaknya kau harus minta izin.”

“Izinkan aku menciummu, wahai Istriku. Apa harus seperti itu? Yang benar saja!” Bola mata Kyungsoo memutar.

“Ya, seperti itu! Kau harus mengucapkan kata itu sebelum menciumku.” ucap Ahyoung kesal.

“Oke, call!”

Kyungsoo berdahem sejenak sebelum melaksanakan permintaannya.

“Izinkan aku menciummu, wahai Istriku.” Tanpa membiarkan gadis di hadapannya berbicara, Kyungsoo langsung mengecup bibirnya.

“Bukan seperti itu!” pekik gadis itu bertambah kesal begitu dapat terbebas dari serangannya, ia bangkit dari tidurnya lalu terduduk. Kyungsoo mengulum senyumnya menahan tawa. Sebenarnya ia tahu apa yang Ahyoung maksudkan, hanya saja … dia mencari kesempatan dalam kesepitan.

“Kau harusnya menunggu persetujuanku.” Kyungsoo mengikuti pergerakan gadis itu. Ia senang meledek dan menggoda Ahyoung. Wajah kesalnya pantas ditertawakan. Kau suami yang jahat, Kyungsoo!

“Oke, ayo ulangi. Izin aku menciummu, wahai Istriku.”

“Tidak! Kau tidak diizin-”

Kau pasti sudah pintar menebak apa yang Kyungsoo lakukan sampai-sampai membuat Ahyoung memotong perkataannya. Yeah … Kyungsoo benar-benar sedang senang menggoda gadisnya itu. Oh! Bodohnya dia malah diam saja setelah kembali mendapat serangan yang kali ini dapat melumpuhkan sementara neuron-neuron bahkan impuls pada tubuhnya.

“Kau tahu kan aku benci penolakan.”

Terkadang Kyungsoo menjadi pribadi pemaksa. Pemaksa dalam hal kebaikan, dan juga ….

Ciuman.

“Yak!”
___

Kyungsoo menghampiri sang Ibu yang tengah memasak nasi goreng untuk sarapan. Nyonya Do yang menyadari kehadiran putranya tersenyum dan menyapanya, “Selamat pagi.” Seperti biasa. Lelaki itu bergeming ia ingin mengungkapkan ini semua agar kejadian kemarin sore tidak terulang lagi. Baginya Ibunya sudah memasuki batas privasinya terlalu dalam.

“Ibu,” Wanita itu membahas dengan daheman. Atensinya masih setia dengan penggorengan dan spatula.

“Apa kemarin Ibu membahas perihal anak? Tidak, maksudku perihal seks pada Ahyoung dan mengatakan kalau dia tidak menurutinya aku bisa meninggalkannya?”

Ugh! Itu terlalu to the point.

Ibu mematikan kompornya, nasinya sudah masak dan ia tak ingin sarapannya hancur karena pembicaraan ini.

“Ibu hanya ingin memberi saran.”

“Tapi, Ahyoung sampai hampir menangis karena hal itu. Kami sudah sepakat untuk memikirkan kuliah terlebih dahulu dan kami akan melakukan itu, pasti. Tetapi tidak dalam waktu dekat ini.” Kyungsoo menarik napasnya dan menghelanya perlahan.

“Aku tidak bermaksud tidak sopan. Tapi, tolong jangan ikut campur urusan kami. Ibu memang Ibuku, tapi Ibu tidak bisa mencampuri urusan pernikahanku.”

Ibu Kyungsoo hanya tersenyum. “Ibu minta maaf atas itu.” Nyonya Do menggenggam tangan putranya yang saat ini telapaknya lebih besar darinya.

“Kami akan menuruti permintaan berapa jumlah cucu yang Ibu inginkan, aku janji akan hal itu, aku tidak ingin anakku kelak merasa kesepian sepertiku.”

Nyonya Do mengacak rambut Kyungsoo. “Ibu percaya.”

“Aku bukan anak kecil lagi, Bu.” Ibu memberikan dua piring pada Kyungsoo.

“Berikan ini pada Ahyoung. Dia tidak begitu menyukai sarapan dengan roti kan?”

Kyungsoo mengangguk lalu segera menghampiri Ahyoung yang baru saja menapaki anak tangga terakhir. Ia mengucak kedua matanya dan meregangkan seluruh tubuhnya. Ugh! Bagaimana bisa ia melakukan itu dengan mata tertutup?

Lelaki tersebut hanya menggeleng-geleng keharanan melihat gadis di hadapannya. Ia menyimpan piring-piring itu ke atas meja dan mengecup pipi gadis itu. Itu jalan satu-satunya yang akan membuat nyawa-nyawanya terkumpul seketika.

“Selamat pagi, Kyungsoo.” gumamnya pelan. Ahyoung terlihat masih mengantuk, tapi setidaknya sebagian kesadaranya sedikit pulih. Hidung kecil milik Ahyoung mengendus-endus, Kyungsoo menatap fenomena aneh itu dengan alis yang terangkat sebelah.

“Oh, apakah Ibu memasak nasi goreng?” tanyanya antusias. Demi apapun! Matanya seketika sudah terbuka dengan sempurna. Sepertinya bukan hanya ciuman dari Kyungsoo yang membuat seorang Park Ahyoung tersadar dari alam mimpi. Nyatanya nasi goreng justru lebih manjur.

Ahyoung langsung terduduk di hadapan nasi goreng itu berada. Keluarga Do jarang-jarang sekali memasak makanan seperti nasi untuk sarapan, mereka lebih menyukai roti isi sebagai menu, dan Ahyoung sebenarnya kurang menyukai itu, karena sejak kecil ia terbiasa dengan nasi.

“Selamat pagi, Ibu.” Senyum bunga matahari yang bersinar terang terpancar. Ibu membalasnya dengan, “Selamat pagi, Sayang.” Yeah .. itu seperti biasanya.

“Kau suka? Kyungsoo bilang kau tidak terlalu menyukai roti maka dari itu kebetulan hari ini bangun pagi, Ibu membuat ini.”

“Itu terdengar berlebihan. Aku mulai terbiasa dengan roti.” kata Ahyoung jujur.

“Ibu sering melihatmu memilih makanan asin daripada manis. Dan nasi ketimbang roti. Kau juga tidak menyukai pizza dan burger. Ibu tahu hal itu.” Ahyoung yang merasa tersanjung pun tersenyum malu.

“Aku akan mencoba untuk tidak terlalu memilih. Tapi, Terima kasih.”

“Ibu juga terima kasih.”

“Untuk?”

“Untuk tidak marah pada Ibu.”

“Ibu harus tahu hal ini. Aku tak bisa marah pada Ibu.” Sederet gigi Ahyoung tunjukan pada Nyonya Do. Membuat suasana pagi kian hangat.

Kyungsoo meminum air putihnya ketika suapan terakhir telah usai. Ia menaruh dan menyuci piringnya di bak cuci piring.

“Sesudah makan kau harus kembali belajar.” ujar Kyungsoo sebelum menaiki tangga kembali ke kamar.

Ahyoung mengangguk pelan seraya melanjutkan makannya.

“Ibu, kau punya toko kue langganan?” bisik Ahyoung pelan setelah memastikan Kyungsoo sudah masuk ke dalam kamar.

“Ibu sudah memesannya.” jawab Ibu ikut-ikut berbisik.

“Aku juga sudah menyiapkan hadiahnya.”

“Sebentar lagi Baekhyun dan Chanyeol akan datang. Ibu mengundang mereka, besan juga akan datang. Mari kita buat pesta kecil untuknya.”

.
.
.

Ahyoung menghampiri Kyungsoo yang sedang bermesraan dengan kekasihnya–ya, buku-buku itu memang kekasihnya. Dia bahkan lebih perhatian pada kekasih tak bernyawanya itu dibanding dirinya yang notabenenya seorang istri sah secara hukum dan agama.

Gadis itu merampas paksa buku yang tebalnya dua ruas jari tersebut, seketika ekspresi wajah Kyungsoo berubah muram dengan guratan kesal yang dominan.

“Kembalikan padaku.”

“Tidak mau. Ayo kita pergi jalan-jalan hari ini matahari begitu bersinar. Kau tahu, aku bosan di rumah melulu.”

Kyungsoo bangkit dan kembali mengambil apa yang memang seharusnya berada di tangannya.

“Siang ini panas sekali. Pergilah sendiri.”

“Ayolah. Kau tahu, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.” Ahyoung beralasan.

“Itu terdengar seperti, Aku malas belajar, Kyungsoo.”

Ini semua bagian dari rencana. Ahyoung bertugas mengajak Kyungsoo pergi keluar sebelum Chanyeol, Baekhyun dan keluarga Ahyoung datang menyiapkan kejutan. Jadi, Ahyoung harus tidak boleh kalah kali ini dari Kyungsoo.

“Ayolah ….” Rengek Ahyoung seraya menghentak-hentakan kakinya. Meskipun sudah mengerahkan senjata ampuhnya nyatanya Do Kyungsoo tetap menggeleng dan tak peduli sama sekali dengan yang Ahyoung mau.

Ahyoung duduk di hadapan Kyungsoo yang mencatat sesuatu dan tak lama kemudian Ahyoung mendapat catatan tersebut. Dan itu berisi lima soal kimia dan fisika. Sial!

Ahyoung membuang sampah itu–menurutnya seperti itu–kesembarang tempat. Kyungsoo benar-benar naik pitam akan hal itu.

“Yak!”

Kyungsoo hanya diam ketika Ahyoung mencoba–entahlah ia juga bingung dengan kelakuan gadisnya itu. Ahyoung kembali merampas buku tebal itu dan membuangnya, senasib dengan kertas yang beberapa detik lalu menjadi korbannya.

“Y-yak, apa yang kau lakukan?” Suara Kyungsoo terdengar gugup, matanya saat ini pun terlihat akan keluar dari tempatnya.

Oh, sebut saja ini ajang balas dendam Park Ahyoung. Ya, kau tahu kan selama ini Kyungsoo yang selalu memojokannya dan menciumnya. Jadi biarkan ia membalas hal yang sama.

Tangannya sudah mengalung sempurna di tengguk Kyungsoo, dan tanpa basi-basi lagi ia mendekatkan kepalanya pada kepala Kyungsoo. Pria itu menyeringai di tengah-tengah yang sedang mereka lakukan. Park Ahyoung, kau memang bodoh. Kau tahu, itu bukan balas dendam bagi Kyungsoo tapi, tentu saja kesempatan. Gadis itu lupa kalau lelaki itu mempunyai sisi mesum. Ugh! Dan pastinya ini akan memakan banyak waktu.

.
.
.

Nyonya Do menghela napasnya pelan. Makanannya bisa-bisa mendingin dan tamu-tamu yang undang pasti akan segera datang. Ahyoung membutuhkan waktu yang sangat banyak, apa mengajak Kyungsoo jalan-jalan sangat sulit? Ya, jujur saja, jika sudah menyangkut belajar Kyungsoo tak semudah itu beranjak. Jalan-jalan bukan hal penting bagi Kyungsoo.

Ting tong!

Lihat? Benar bukan?

Ia segera merapihkan sedikit pakaiannya sebelum benar-benar dalam radiaus dekat dengan sang penekan bel. Senyumnya merekah dengan sendirinya ketika Chanyeol dan Baekhyun membawa hadiah masing-masing. Ia memeluk dua lelaki yang sejak dulu ia anggap seperti anaknya sendiri.

“Apa kabar, Bibi?” Chanyeol yang mendapat pelukan pun bertanya.

“Bibi baik. Tentu saja.”

“Oh, apakah Kyungsoo akan mempunyai adik?” Si Cerewet Baekhyun akhirnya mengeluarkan suara begitu melihat sesuatu yang asing dalam diri Nyonya Do.

“Yak! Kecilkan suaramu, Kyungsoo bisa dengar kita ada di sini.” tegur Chanyeol lalu memukul tengguk Baekhyun. Yang mendapat pukulan hanya meringis pelan. Chanyeol tubuhnya besar, tentu saja pukulan tadi cukup menyakitkan.

“Ya, seharusnya aku memiliki cucu bukannya memiliki anak lagi.”

“Mereka masih terlalu muda untuk menjadi orangtua. Tenang saja, Bibi. Mereka akan membuat banyak anak.” ujar Chanyeol diakhiri kedipan sebelah mata.

“Kau benar, Chanyeol-ah.” Mereka berdua pun tersenyum senang.

“Kalian harus mendengar rencana ini.” Baekhyun yang sudah meredekan sakit menegakan kembali tubuhnya siap menerima perintah.

“Ahyoung akan mengajak Kyungsoo pergi keluar. Sedangkan kalian dan aku menyiapkan acara pesta. Bibi sudah menyelesaikan beberapa makanan, tugas kalian hanyalah mendekorasi saja. Oke?” Keduanya menganggu pasti seraya mengacungkan jempolnya.

Baekhyun dan Chanyeol bergegas menjalankan perintah dari Nyonya Do. Mereka mendapat kuliah jam pagi, dan mereka baru saja pulang dari kuliahnya. Ya, sekarang mereka adalah mahasiswa semester dua.

.
.
.

Di sisi ruangan. Tepatnya kamar Kyungsoo dan Ahyoung, mereka masih ber-lovey dovey ria.

“Kyungsoo, cukup! Aku kehabisan napas!” Geram Ahyoung seraya mencoba mendorong tubuh Kyungsoo yang berada di atas tubuhnya. Kalian jangan bereaksi berebihan melihat tingkah mereka, ingatlah mereka sudah menikah.

“Ti-dak ma-u!” Kyungsoo menekan silabelnya disetiap morfem. Ahyoung merajuk dan masih mengerahkan seluruh kekutan demi menjauhkan tubuh Kyungsoo.

“Kau harus ku hukum.”

“Memang apa salahku?!” Ahyoung menangis dibuat-buat. Dan itu sama sekali membuat Kyungsoo goyah. Sudah ku bilang kalau Kyungsoo itu pemaksa.

“Satu, kau tidak mau belajar. Dua, kau membuang kertas soal yang ku berikan. Tiga, kau membuang bukuku. Empat, kau telah membangun singa kelapar.”

“Di sini tidak ada singa lapar.”

Kyungsoo memutar bola matanya malas. Oh, apa Park Ahyoung adalah anak sekolah dasar? Dia benar-benar bodoh.

“Maksudnya adalah–akh!”

Ahyoung kini menggunakan kakinya dan menendang perutnya. Yeah, untung saja. Kyungsoo terkapar di lantai. Tangannya sibuk menyentuh bekas tendangannya itu. Sikap Kyungsoo yang sedang menjelaskan sesuatu adalah kelemahan lelaki itu, kadang-kadang.

“Kau pikir aku tidak tahu?! Aku mengerti maksudmu. Tapi, kau sama sekali tidak cocok dengan karakter singa, kau lebih mirip … ya, kau lebih mirip pinguin! Hahaha.”

“Yak.” rintih Kyungsoo terdengar parau.

“Berhenti berakting! Kau pikir aku tidak tahu itu akal bulusmu?!”

“Argh,” ringisan Kyungsoo membuat Ahyoung menghentikan tawanya, netra membulat melihat Kyungsoo yang kesakitan di bawah sana. Oh, sepertinya tendangan Park Ahyoung tidak main-main.

“Kyungsoo ….” Ahyoung perlahan turun dari ranjangnya, ia menghampiri Kyungsoo. Raut wajah bahagianya seketika berubah khawatir.

“Kau tak apa?” Ekspresi wajah Kyungsoo tambah kesakitan. Kekhawatiran itu kian menjadi.

Ahyoung memampah Kyungsoo ke atas ranjang. Meski sedikit kewalahan, ia tetap berhasil.

“Di mana sakitnya, Kyung?” tanya Ahyoung masih dirundung khawatir.

“Di sini.” Kyungsoo menujuk pada dadanya. Oh, Ahyoung merasa kakinya menendang pada area perutnya. Melihat Ahyoung kebingungan ia meraih kepala gadis itu dan mendekatkan pada dadanya. Dan karena Kyungsoo yang terlihat kesakitan, membuatnya lagi-lagi seperti gadis bodoh yang percaya pada pembohong.

Bruk!

Kyungsoo kembali mengkukung tubuh Ahyoung. Oh, Park, kau terkena jebakan pinguin mesum!

“Kau berbohong!” Kyungsoo hanya tersenyum remeh melihat wajah melas istrinya.

“Aku akan melanjutkan hukuman yang harus kau terima.”

Ahyoung meringis, rencananya bisa-bisa gagal kalau seperti ini terus.

“Yak! Kau itu seperti kesurupan hantu mesum!” teriak Ahyoung seraya memberontak ingin keluar dari kungkungannya.
___

“Bibi, mereka tidak kunjung keluar.” kata Baekhyun seraya menatap pintu kamar Kyungsoo. Baekhyun yang bertugas untuk memantau pergerakan mereka pun menghela napas.

Sebenarnya itu adalah pekerjaan Ibu Kyungsoo, tapi karena kondisinya yang sedang hamil, Baekhyun jadi tak tega dan menggantikan tempat Ibu Kyungsoo.

“Apa mereka selalu seharian di kamar?” Ibu Kyungsoo mengangguk.

“Mereka setiap hari belajar di kamar.” jawabnya.

“Aku meragukan hal itu.” Bisik Chanyeol pada Baekhyun. Yang dibisiki terkekeh memukul bokong Chanyeol pelan.

“Kau benar. Aku juga berpikir seperti itu.” tambah Baekhyun masih dengan kekehan.

“Aku punya ide.” kata Chanyeol pelan menjetikan jarinya.

“Bagaimana kalau kita memberi kejutan ke kamar Kyungsoo saja.”

“Setuju. Aku penasaran apa yang mereka lakukan.” ucap Baekhyun diakhiri seringai.

“Bibi, Paman, bagaimana kalau kita memberi kejutan pada Kyungsoo sekarang saja. Lagipula, jika menunggu Kyungsoo sampai keluar akan sangat lama.”

“Kau benar, Baekhyun. Nak Kyungsoo pasti lama keluarnya jika sedang belajar.” kata Ayah Ahyoung.

Keluarga Ahyoung bahkan sudah datang. Semua yang Ibu Kyungsoo undang sudah berkumpul.

Baekhyun dan Chanyeol yang memimpin. Sambil berjalan mengendap-endap, mereka mengambil langkah besar menuju kamar Kyungsoo. Kamar Kyungsoo sedikit kedap suara, tapi jika tawa terbahak dan suara keras dapat tembus. Tak ada suara dari kamar Kyungsoo. Sangat hening. Mungkin, Kyungsoo dan Ahyoung benar-benar sedang asik belajar.

“Pintunya tidak dikunci.” lapor Baekhyun berbisik pada Chanyeol saat menarik knob pintu Kyungsoo.

“Itu bagus.” Chanyeol membalas dengan intonasi yang sama.

Kedua sahabat Kyungsoo telah sampai di depan pintu. Chanyeol memberi isyarat pada Paman dan Bibinya untuk tidak bergerak sebelum ia memberi aba-aba. Baekhyun mendorong pintu itu perlahan dengan telunjuk lentiknya, meredam suara decitan engsel.

Chanyeol yang berposisi di belakang Baekhyun mengembuskan napas jengah. Itu bukan meredam suara, justru sebaliknya!

Pintu sudah terbuka lebar. Baekhyun dan Chanyeol melongo di tempat, para Bibi dan Paman mulai berbisik-bisik menanyakan apa yang terjadi saat melihat kedua pemuda itu malah membatu seperti melihat penampakan di sana.

Ibu Kyungsoo yang pertama kali mendekat pada dua lelaki itu. Ekspresi beliau hanya menggeleng-geleng melihat apa yang terjadi di kamar Kyungsoo itu, dan itu mengundang yang lain untuk bergabung.

“Astaga!” pekik Ibu Ahyoung pelan.

Itu tak membuat menantu dan putrinya mengalihkan fokusnya.

“Baek, aku ingin cepat-cepat menikah.” kata Chanyeol pelan.

“Mereka ….” Baekhyun menelan salivanya sekuat tenaga.

“Kyungsoo benar-benar hebat dalam segala bidang.”

.
.
.

“Kyung–”

“Diam. Biarkan aku seperti ini.”

“Perasaanku tidak enak.”

“Alasan.”

“Pintu kamar mengapa terbuka? Kan aku sudah menutupnya.”

“Aku tidak akan tertipu lagi.”

“Hey! Harusnya aku yang berkata seperti itu!”

“Kau ini cer–Astaga!” pekik Kyungsoo.

“Ada apa?”

Kyungsoo langsung turun dari tubuh Ahyoung. Meski pakaian mereka masih pada tempat semestinya, tapi kadar malu mereka tak berkurang barang sedikit pun.

“Hai, Kyungsoo.” sapa Baekhyun kikuk.

Dan karena rasa malunya, otaknya memerintahkan bibir tebalnya untuk tersenyum manis. Oh, itu bukan respons sepeti biasanya.

“Apa yang kalian lakukan di depan kamarku?” tanya Kyungsoo mencoba sekuat tenaga untuk tidak gagap, ia menggaruk tengguknya.

“Kau juga, apa yang kau lakukan dengan Ahyoung di ranjang tadi?” gumam Chanyeol.

Mata Kyungsoo seketika tambah membesar.

“Sudah berapa lama kalian semua berdiri di sana?”

“Sepuluh atau lima belas menit.” kata Ibu Ahyoung di akhiri senyum manis.

Wajah dan telinga Kyungsoo padam seketika. Sedangkan Park Ahyoung sudah sedari tadi menutup dirinya dengan selimut.

Kkeut_

.
.
.

Oh, tunggu sebentar….

Kalian benar, kejutannya belum diceritakan.

.
.
.

Kyungsoo dan Ahyoung menghampiri orang-orang yang sudah berkumpul di ruang makan. Kejutannya belum mereka lakukan karena insiden tertangkap basahnya mereka–kau sudah tahu kan? Dekorasi masih tidak diketahui oleh Kyungsoo karena terdapat di ruang tamu yang lampunya dipadamkan. Dan berkat insiden itu juga Kyungsoo tidak menyadari maksud kehadiran banyak orang.

Ahyoung masih enggan menunjukan wajahnya, apalagi dengan kehadiran keluarganya dan calon kakak iparnya. Rambut panjangnya buat seperti hantu perawan yang bergentayangan membalas dendam pada Si Tukang Cium. Ugh! Berlebihan!

“Aku seperti melihat penampakan.” sindir Bongyoung saat melihat adiknya duduk di hadapannya.

“Hantu pemalu.” kata Baekhyun.

“Mungkin hantu memalukan.” tambah Bongyoung membuat gelak tawa seisi ruangan. Ahyoung pengecualian.

“Singkirkan rambut itu. Ibu rindu padamu.” Ahyoung menggeleng, bahkan untuk sekedar membuka suarapun tidak.

“Berhenti kekanakan.” Kyungsoo mulai kesal dengan tingkah anehnya, lalu mencoba menyingkirkan surainya yang menutupi wajahnya. Tapi, tangannya menepis hal itu.

“Sudahlah, mari kita makan saja.” kata Ibu Kyungsoo mengintrupsi mereka untuk tidak mengganggu Ahyoung lebih jauh.

Mereka semua makan, dan lagi-lagi Ahyoung pengecualian.

“Aku ingin cepat menikah setelah melihat kau seperti tadi.” Kyungsoo memberi tatapan horor pada sahabat kemayunya itu.

“Baekhyun benar.” Chanyeol tersenyum kuda.

“Kau benar-benar handal dalam hal ini, Kyung.”

“Aku tak percaya temanku yang kutu buku ini mendahuluiku dalam hal keperjakaan. Itu bidangku, tapi kau malah–”

“Yak!” umpat Kyungsoo mencoba menghentikan Chanyeol. Di meja makan ini bukan hanya mereka bertiga bukan?

“Aku merasa terkhianati.” Chanyeol memegang dadanya.

“Hentikan.” Kyungsoo kembali memberi peringatan.

“Selamat makan.”

Semuanya makan dengan tenang, bahkan dua orang yang terkenal memiliki mulut paling berisik pun terdiam.

“Kau tidak makan?” tanya Kyungsoo pelan kepada Ahyoung yang hanya terdiam.

Sebuah decitan kayu yang menggesek pualam terdengar, bukannya membalas pertanyaan Kyungsoo, malah pergi dan berlari menuju kamar mandi yang dekat dari dapur.

Dan seketika atensi semua orang tertuju padanya. Ibu Kyungsoo menatap putranya penuh kebingungan.

“Ahyoung kenapa?” Kedua mata Nyonya Do melirik pada pintu kamar mandi yang berdebum seraya menggerakan alisnya.

“Tidak tahu.” Kyungsoo mengedikan bahunya.

“Cepat susul dia.” Kepala Nyonya Do bergerak menunjuk pintu kamar mandi.

“Huh?” Kyungsoo mengangkat sebelah alisnya tak mengerti maksud tatapannya.

“Susul dia sekarang!” Mata Nyonya Do membesar dan kembali menunjuk arah yang sama.

Kyungsoo mengangguk dan segera pergi

Ya, begitulah kira-kira arti tatapan mereka berdua.

Kyungsoo berjalan perlahan dan ketika sampai di depan kamar mandi, ia pun mengetuknya dengan perlahan.

“Ahyoung.” panggilnya dengan suara pelan.

“….”

Merasa tidak ada jawaban ia pun menarik tuas knob pintu dan mencoba membukanya. Si Ceroboh Ahyoung seperti biasa tidak menguncinya dan tentu ia berhasil masuk.

“Hei, kau kenapa?” tanya Kyungsoo pada gadis yang terdiam di atas toilet. Ia kembali bertanya setelah tidak mendapatkan respon apapun. Tubuhnya ia jongkokan di hadapan Ahyoung. Kyungsoo menyingkirkan rambut-rambut yang menutupi wajahnya.

“Sepertinya aku datang bulan. Bisa ambilkan pembalut?”

“Apa?”

“Pembalut. Di kotak obat di kamar mandi.”

“Jadi … kau tak apa?”

“Cepat! Nanti akan kemana-kemana!”

“Oh. Oke. Tunggu sebentar.” Kyungsoo keluar dengan terburu-buru menuju kamarnya melaksanakan titah gadis itu.

“Carilah sampai dapat. Hihihi.” Ahyoung terkikik geli. Ia segera keluar dari kamar mandi secepat mungkin dan mengatakan pada mereka rencana B yang telah ia siapkan.

.
.
.

Kyungsoo menggaruk kepalanya saat melihat berbagai macam tipe pembalut tersedia di sana. Oh, ini lebih sulit dari pada soal kalkulus sekalipun. Kau tahukan dia itu pria, dan pria bergidik ngeri melihat hal itu. Sama seperti halnya wanita melihat pakaian dalam pria. Jadi, Kyungsoo mengambil kedua tipe itu lalu membawanya pada Ahyoung.

Sambil memandang aneh benda yang di tangannya ia pun berjalan menuju kamar mandi di lantai bawah di mana Ahyoung berada.

Kyungsoo mengerutkan dahinya ketika ia sampai di lantai bawah. Semua orang yang berada di meja makan hilang entah kemana. Matanya menatap sekitar dan ia tak menemukan apapun.

“Kyungsoo, kau disana?” teriak Ahyoung dari dalam sana.

Ia langsung menyadarkan diri dan bergegas menuju Ahyoung yang sedang membutuhkannya.

Tok tok tok.

Ia mengetuk pintunya dan memberikan pembalut-pembalut tersebut padanya lewat celah pintu yang Ahyoung bukakan.

“Aku mengambil semua tipe, aku tak tahu kau pakai yang mana.”

“Hmm. Terima kasih.” Pintu kembali tertutup, dan Kyungsoo akan berlalu dari sana, sebelum akhirnya sebuh suara mengintrupsinya.

“Kyungsoo, bisakah kau tunggu di depan pintu?” katanya di dalam sana membuat Kyungsoo mengembuskan napasnya jengah dan menunggu.

Tak lama kemudian suara kunci pintu terbuka terdengar. Ia melihat Park Ahyoung tanpa noda sedikitpun di celananya keluar dari sana.

“Aku tak melihat kotoran di celanamu.” ucap Kyungsoo dengam tatapan menyelidik.

“Aku melepas celanaku tadi.” jawab Ahyoung dengan tatapan sungguh-sungguh.

“Kemana perginya mereka semua?” tanya Ahyoung kembali menunjukan aktingnya. Sepertinya Park Ahyoung sudah pintar berbohong ternyata.

“Mana aku tahu. Kau pikir aku pesulap yang dapat menghilangkannya?”

Kyungsoo menyapu pandangannya ke segala arah dan ia tak menemukan siapapun selain gadisnya.

“Antar aku ke supermarket.” Ahyoung mencoba mengalihkannya kembali.

“Untuk?”

“Membeli obat pereda nyeri haid.”

Kyungsoo mengangguk setelah berpikir sejenak. Ia benar-benar akan keluar jika buku latihan soalnya habis, darurat, atau Ibunya yang menyuruh. Obat itu adalah darurat.

“Kau membawa uang?” Ahyoung hanya mengangguk. Dan Kyungsoo tidak menyadari hal janggal itu.

Kyungsoo berjalan mengambil kunci motor yang terletak dekat tangga dan berjalan menuju pintu utama. Supermarket yang terletak di seberang kompleknya.

Ahyoung hanya mengulum senyumnya. Ia sama sekali tidak pernah menggunakan obat seperti itu, jika sedang datang bulan ia tidak mendapat masalah sama sekali. Mungkin sedikit ngidam seperti orang hamil muda.

Gadis itu berjalan di belakang Kyungsoo. Ia akan mengambil aba-aba tanpa sepengetahuan Kyungsoo.

“Apa kau membawa uang lebih?” tanya Kyungsoo tiba-tiba dan berbalik. Ahyoung cepat-cepat menyembunyikan tangannya.

“Em. Aku bawa.” Ahyoung mengangguk.

“Memang kau ingin membeli apa?”

“Soda dan makanan ringan.”

Ahyoung membalikan tubuh Kyungsoo dan kembali melanjutkan perjalanan menuju pintu utama. Ia kembali memberi aba-aba.

Dan ….

“Apa kau tidak akan menggunakan jaket? Udara di luar dingin.” Kyungsoo kembali bertanya seraya berbalik.

“Tidak. Bajuku sudah cukup hangat.” Ia menguarkan senyum. Pria itu mengerutkan dahinya. Dan menyeringai.

“Kenapa kau tersenyum?” tanya Ahyoung penasaran.

“Tidak.” Kyungsoo berbalik dan berjalan lagi. Ahyoung menghitung mundur lagi.

Dan …

“KEJUTAN!!” teriak semuanya. Termasuk Ahyoung di belakangnya.

Kyungsoo hanya memasang wajah datar. Oh, sepertinya Do Kyungsoo yang sebenarnya sudah kembali.

Mereka semua terdiam saat tidak mendapat reaksi apapun dari Kyungsoo. Suara tepukan yang bergemuruhpun tak terdengar. Mungkin, hanya jangkrik yang mengisi kekosongan udara. Tidak, rumah keluarga Do seteril dari serangga macam itu.

“Selamat ulang tahun, Sayangku.” kata Nyonya Do mencairkan suasana.

“Selamat ulang tahun, Nak Kyungsoo.”

“Selamat ulang tahun, kawan.”

Kyungsoo ikut tersenyum saat semua orang dengan gembira menyambut hari kelahirannya. Well, ia sebenernya sejak awal tahu akan sikap Ahyoung yang tak biasa. Tepatnya saat Park Ahyoung yang tiba-tiba meminta pembalut.

Sebagai suami yang baik tentu saja ia hapal kebiasaan dan siklus menstruasi Park Ahyoung. “Tamu” Park Ahyoung datang di akhir atau awal bulan. Dan ia sama sekali tidak bermasalah dengan nyeri, pusing atau semacamnya saat sedang haid, mungkin kadang.

Tapi, sungguh ia tak menyangka akan ada kue ulang tahun dan sejumlah dekorasi sederhana yang terpajang di ruang tamu. Kyungsoo kurang suka merayakan ulang tahun seperti ini.

“Buatlah permohonan.” ujar Chanyeol yang datang dengan kek cokelat yang di tancapkan lilin-lilin. Kyungsoo menautkan kedua tangannya dan berdoa.

Tepukan kembali terdengar saat Kyungsoo meniupnya. Lalu, pekikan khas Baekhyun mengalun.

___

Orang-orang sudah kembali pada rumah dan kamar masing-masing. Acara berakhir pada pukul setengah delapan malam kurang lebih.

Ia mendapatkan beberapa kado. Baekhyun, Chanyeol, mertuanya, dan kakak iparnya.

“Yak. Kau tak memberiku kado?” kata Kyungsoo menagih pada Ahyoung yang terkesima pada hadiah Baekhyun.

“Sebentar.” Ahyoung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju lemari bajunya. Ia mengeluarkan sebuah benda yang berbentuk seperti tabung terbungkus oleh kertas kado. Ia memberikan itu pada Kyungsoo.

“Apa aku bisa membukanya sekarang?”

Ahyoung mengangguk. Dengan cepat ia membukanya. Dan yang ia temukan hanyalah sebuah kertas yang tergulung. Kyungsoo membukanya, dan ia melihat seorang laki-laki dengan tumpukan buku dan kacamata yang bertengger di batang hidungnya.

“Bagus tidak?” Ahyoung menaikan kedua alisnya seraya tersenyum lebar.

“Hanya ini?” Kyungsoo mengacungkan lukisan refleksi dirinya.

“Tentu saja tidak. Aku punya hadiah-hadiah besar.”

“Benarkah?” Kyungsoo memberi tatapan remeh. Ahyoung mengangguk yakin.

“First night.” Bisiknya di telinga Kyungsoo.

“Benarkah?” katanya lagi, namun kali ini dengan tatapan berbinar-binar.

“Anak-anak yang lucu.”

“Sekarang?” Mata berbinarnya berubah menjadi tatapan mesumnya. Ahyoung tersenyum lebar lalu menggelengkan kepalanya.

“Tentu saja tidak. Tahun ini hanya itu hadiah dariku.”

Kyungsoo mencibirnya. “Istri kejam.” desisnya seraya melihat Ahyoung kembali mengampiri pemberian Baekhyun.

“Kyungsoo, kau tidak akan minum ini sendiri kan?” kata Ahyoung mengacungkan botol berwarna hijau tersebut.

“Jika umurmu sudah sembilan belas sepertiku.” jawab Kyungsoo sakartik.

“Issh.” Ahyoung beralih pada kado kecil berwarna abu. Ia menggoyangkan kado tersebut dan tak ada bunyi dari sana.

“Kyungsoo, ayo tebak isinya apa. Kalau kau benar aku takan meminum soju ini, tapi kalau aku yang benar aku boleh minum.”

“Call.” Kyungsoo mendekat dan ikut menggoyangkan kado tersebut.

“Menurutku itu jam tangan.” tebak Ahyoung.

“Aku pikir … parfum.”

Ahyoung pun mengunci jawaban. Ia bersiap membuka hadiah tersebut, walau sebenarnya ia tak tega karena terbungkus dengan cantik. Sementara Ahyoung membuka bungkus kado, ia membereskan botol-botol soju tersebut ke bawah kolong ranjangnya.

“Kyungsoo apa ini permen? Aku tak pernah melihat bentuk permen seperti ini. Wah … rasa stroberi.” pekik Ahyoung gembira. Ia bahkan lupa akan taruhannya.

“Jadi siapa yang menang?” tanya Kyungsoo setelah selesai dengan pekerjaannya.

“Tidak ada yang menang. Ini bukan jam tangan, bukan juga parfum.”

“Melainkan?”

“Permen!” Ahyoung menunjukan tiga kotak yang menurutnya adalah permen. Kedua bola mata Kyungsoo seketika membesar.

“Rasa stroberi.” tambahnya dengan perasaan senang.

“Tapi, apa kau pernah melihat permen seperti ini? Oh! Sebentar, ada surat untukmu.” gadis itu menyodorkan secarik kertas yang terlipat.

“Dengar, ini bukan permen, tapi mungkin ‘penunjang permen’ coba baca pada bagian belakangnya.”

Kyungsoo membuka kertas tersebut, lalu membacanya.

“Hai kawan, selamat ulang tahun semoga Tuhan selalu memberkatimu sehingga kau diberikan kesehatan, dan kebahagiaan. Aku ada hadiah untukmu aku tahu itu tidak mahal, tapi yang pasti Kyungsoo, ini akan sangat berguna ㅋㅋㅋ Aku tahu Ahyoung suka dengan ‘permen stroberi kan?’ ㅋㅋㅋ. Park Chanyeol.”

“Kyungsoo! Ini bukan permen!” Ia membuang kotak itu jauh-jauh.

“Kan aku sudah bilang.” Kyungsoo memungut kotak-kotak yang berserakan itu lalu menyimpannya di lemari.

“Kenapa tidak kau buang saja?!”

“Nanti pasti akan diperlukan.” Kyungsoo menyeringai di depan wajah Ahyoung, dan pergi ke atas ranjang bersiap pergi ke alam mimpi.

“Byuntae!”

Ahyoung mengikuti dan merebahkan tubuhnya di samping Kyungsoo. Ia menutup matanya setelah membalas ucapan selamat malam dari Kyungsoo dan seperti malam-malam sebelumnya ia memunggunginya.

Tapi, perihal “permen” tadi ia jadi tak bisa tidur.

“Kyungsoo, kau masih di sana?”

“Hm.” jawabnya bergumam seperti biasanya.

“Bolehkah aku tahu apa harapanmu?”

“Tidak.” jawab Kyungsoo singkat seraya masih menutup matanya.

Ahyoung berbalik menghadap Kyungsoo. Ia mendekap Kyungsoo sangat erat, mungkin pria itu akan mati kehabisan napas kalau saja tidak segera dilepaskan. Tubuh Kyungsoo terkunci, bahkan kakinya pun tak bisa bergerak karena kaki Ahyoung.

“Yak! Lepaskan! Kau ingin menjadi janda?” sungut Kyungsoo memberontak.

“Ya, janda kembang lebih tepatnya.” Ahyoung terkikik geli. “Yak, cepat beritahu apa permohonanmu.”

“Kau ingin tahu?” Rambut panjangnya bergerak-gerak saat ia mengangguk cepat.

Ahyoung melonggarkan kungkungannya, Kyungsoo berbalik dan memeluk gadis itu.

“Semoga Ahyoung rajin belajar dan mengambil jurusan fisika, semoga aku cepat dapat first night dari istriku. Dan ….”

“Yak.” Ahyoung memukul dadanya pelan.

“Aku merasa dipojokan kalau kalian membicarakan hal itu terus.” Ahyoung melepaskan pelukannya dan berbalik. Kyungsoo terkejut, baru kali ini ia melihat Ahyoung semarah ini.

“Hei, aku bercanda.”

“Tidak lucu.”

“Kau mau tahu sebenarnya?” tawar Kyungsoo dengan suara lembut yang jarang sekali keluar.

“Semoga orang-orang yang aku sayangi selalu diberikan kesehatan, semoga adikku lahir dengan selamat dan sehat, semoga kita sukses bersama, dikarunai banyak anak, dan hubungan kita selamanya sampai maut yang memisahkan.”

“Benarkah?” Ahyoung kembali berbalik.

“Hm.” Kyungsoo mengangguk.

“Anak-anak yang banyak? Memang aku ini mesin!”

“Hanya empat!”

“Tidak. Dua saja.”

“Aku ingin empat!”

“Dua!”

.
.
.

Kkeut—

Hai hai hai …

Adakah yang masih nunggu cerita pasangan labil ini?

Pertama, aku ucapin selamat buat kalian yang udah lulus SMA dan selamat menjalankan ujian nasional buat yang masih SMP. Semoga sekolah, kampus yang kalian inginkan terwujud dan dimudahkan dan semoga yang mau kerja juga dimudahkan.

Kedua, makasih banget ya buat yang masih setia sama ff aku, yang ngasih support dengan komentar dan like juga follownya.

jangan lupa tulis komentar, klik like dan subscribe-nya. pay pay~

Elfeetoile

4 thoughts on “My Mr. Chu

  1. Huaaaa kenapa sweet banget sih ini pasangan??!!!!
    Mau dong dimesumin sama kyungsoo (?)

    Suami idaman banget kyungsoo. Sabar ngadepin ahyoung dan sabar nunggu first night :v

    Fighting buat lanjutinnya kak el 😀

    Like

Leave a reply to Nayanna Cancel reply